Tanya: Assalamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh.
Ustadz, dalam rangka meningkatkan keimanan kepada Allah dan kemudahan untuk membaca Al-Qur’an, saya menginstal Al-Qur’an digital pada HP (Ponsel) saya. Karena berbagai hal, seperti lupa, terburu-buru, takut HP hilang, terkadang HP saya bawa ke kamar mandi untuk buang air. Bagaimanakah statusnya yang demikian itu? Terima kasih atas jawaban ustadz.
Wassalam. (Annisa, Depok)
Jawab: Wa’alaikum salam.
Berbahagialah Anda yang telah memanfaatkan rezeki Allah –memiliki HP dan benda elektronik lainnya– di jalan Allah. Begitulah hendaknya seorang Mukmin mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’aala.
Membawa mushaf digital di HP ke WC atau toilet: Jika dengan sengaja membuka (on/aktif) mushaf di HP dalam WC atau toilet, atau membiarkan mushaf terbuka baik dalam bentuk data teks atau audio maka pelakunya berdosa. Namun jika dalam keadaan tertutup (off/tidak aktif) atau lupa lalu segera menonaktifkan mushaf di HP, maka pelakunya tidaklah berdosa. Mushaf di HP dapat dihukumkan seperti mushaf dalam bentuk kitab atau buku jika dalam keadaan aktif saja.
Berikut beberapa keterangan yang menjelaskan jawaban di atas:
Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam WC, beliau melepas cincinnya. (HR Abu Dawud) Sebab, pasa cincin Rasulullah terdapat tulisan lafzhul jalaalah (lafazh “Allah”).
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan perantaraan malaikat Jibril yang lafazhnya merupakan mukjizat, membacanya adalah ibadah, tertulis dalam mushaf, dan tersebar dengan cara mutawatir. Oleh karena itu, membawa mushaf di HP ke toilet dalam keadaan aktif atau terbuka bertentangan dengan misi diturunkannya Al-Qur’an. Sesuia definisi tersebut di atas, sepantasnyalah Al-Qur’an ditempatkan dan diinteraksikan di tempat dan dengan cara yang memuliakan Al-Qur’an itu.
Mushaf Al-Qur’an. Kata Mushaf dapat disebut dengan tiga cara: 1. Mushaf, 2. Mashaf, 3. Mishaf. Namun, yang masyhur digunakan adalah kata “mushaf dan mishaf”. Abu Ja’far an-Nujas dan selainnya menyebutkan “mashaf”. Asal kata mushaf bagi Al-Qur’an menurut Ibnu Mas’ud diambil dari kebiasaan orang-orang Habasyah atau Etiophia dalam menamai kitab suci mereka. Dalam bentuknya, mushaf tidak harus terdiri dari 30 juz dan tidak mesti dalam bentuk buku atau Kitab. Sebuah mushaf bisa saja berisi sebagian atau beberapa ayat Al-Qur’an dan mushaf dapat berbentuk tulang, batu, pelepah kurma, daun, kulit hewan, dan lain-lain. Jadi, Mushaf Al-Qur’an adalah benda yang tertulis di atasnya huruf-huruf Arab berupa ayat-ayat Al-Qur’an. (At-Tibyan fi Adab Hamalatil Al-Qur’an).